Oleh: Sihabuddin
Tulisan ini sudah dimuat di Harian Bhirawa Edisi 31 Juli 2018
Seorang anak kecil bagaikan kertas putih atau tembok putih yang bisa ditulisi atau diwarnai dengan pensil berbagai warna. Jika kertas atau tembok tersebut ditulis atau digambar dengan warna merah, maka akan berubah merah. Jika warnanya hitam, maka akan berubah menjadi hitam. Begitu pula dengan seorang anak yang masih sangat polos, karakternya bisa dibentuk oleh lingkungan sekitarnya. Lingkungan inilah salah satu yang sangat mempengaruhi seorang anak seperti karakter, psikologis, impian, dan sebagainya. Seperti contoh, anak yang biasa hidup dilingkungan musisi, besar kemungkinan anak tersebut akan menjadi musisi atau penyanyi seperti penyanyi Gita Gutawa anak Edwin Gutawa seorang musisi kawakan Indonesia. Anak yang hidup dilingkungan atlit kemungkinan besar akan menjadi atlit, seperti Tommy Sugiarto atlit bulutangkis yang merupakan anak Icuk Sugiarto mantan juara dunia bulutangkis. Anak yang hidup dilingkungan bajingan terutama dari keluarga bajingan bukan tidak mungkin besarnya menjadi bajingan.
Hal ini sesuai dengan pepatah yang mengatakan “Buah jatuh tak jauh dari pohonnya”. Tapi, pertumbuhan sebuah pohon juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Sebuah pohon akan berbatang tinggi besar dan berbuah lebat jika tumbuh di tanah yang subur. Begitu pula dengan pohon yang hidup di tanah yang kurang subur maka akan pohon tersebut tumbuh kurang sempura. Maka dari itu, melihat dari contoh di atas seorang anak sangat membutuhkan perhatian khusus bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Pertumbuhan tersebut tidak hanya pertumbuhan fisiknya saja, tapi juga pertumbuhan psikisnya. Apalagi anak tersebut masih balita yang disebut dengan masa golden age atau usia emas yang pada masa tersebut apa yang dialami langsung ditangkap sehingga sangat membentuk karakternya. Sehingga pada masa tersebut seorang anak sangat membutuhkan perhatian khusus.
Perhatian khusus bagi seorang anak ialah dengan menempatkan anak pada tempatnya, artinya kebutuhan seorang anak tidak boleh disamakan dengan kebutuhan orang dewasa yang porsinya jelas berbeda. Setiap porsi tersebut pastinya sudah yang terbaik sesuai dengan ukurannya masing-masing. Sebab, jika tidak sesuai porsi maka akan mengalami kerusakan. Seperti sebuah balon yang diisi air dengan ukuran yang melebihi kapasitas maka balon tersebut akan meledak. Begitu pula dengan seorang anak jika memberikan sesuatu tidak disesuaikan dengan usianya maka akan mengalami kelainan pada seorang anak. Anak tersebut bisa saja dewasa sebelum waktunya atau tidak sama dengan anak-anak lain yang seusia dengan dia.
Musik Khusus Anak
Televisi adalah salah satu tontonan yang sudah memasuki berbagai kalangan mulai dari yang kaya sampai yang miskin, mulai dari orang kota sampai orang desa, mulai dari orang tua sampai anak-anak, semuanya bisa menikmati tayangan televisi. Melihat dari realita yang ada dalam program televisi saat ini sungguh sangat menyedihkan dimana kebutuhan hiburan musik untuk anak-anak sangatlah minim, yang ada hanyalah musik untuk orang dewasa bahkan banyak lagu-lagu yang populer saat ini yang seharusnya didengar oleh usia 18 tahun ke atas. Seperti Cinta satu malam, satu jam saja, hamil duluan dan sebagainya. Malah juga dikonsumsi oleh anak kecil. Hal ini sungguh sangat ironis.
Sebenarnya lagu yang dinyanyikan tidak masalah, tapi lyrik lagu dewasa yang jadi masalah. Karena saat itulah masa serba ingin tahu anak-anak dan saat itu pula anak kecil masih polos seperti kertas putih. Jika anak kecil sudah menghafal lyrik “Cinta Satu Malam,” “Belah Duren,” dan lagu dewasa lainnya bukan tidak mungkin anak kecil dewasa belum saatnya, apalagi lagunya seronok yang pesannya sangat tidak pantas, jelas bisa membahayakan pola pikir anak-anak.
Padahal lagu anak-anak sampai saat ini sangatlah banyak. Tapi, kalah jauh lebih populer dari lagu-lagu dewasa. Penyebabnya kurangnya media yang membingkai lagu anak secara khusus, apalagi televisi yang dipandang sangat efektif menyebarkan pengaruh secara cepat. Bisa dilihat Televisi saat ini sangat jarang bahkan bisa dikatakan tidak ada yang membuat program khusus musik anak. Hal ini sangat jauh berbeda dengan tahun sembilan puluhan yang begitu banyak acara musik anak-anak seperti Tralala-Trilili, Ciluk Ba, dan sebagainya. Sehingga anak-anak mudah mendapatkan lagu yang pas dengan dirinya.
Acara pencarian bakat menyanyi untuk anak-anak bukannya tidak ada bahkan banyak, tapi lagu yang dinyanyikan banyak yang lagu dewasa, sehingga masih ada yang kurang. Padahal penyanyi anak-anak saat ini banyak tapi nama-nama mereka tenggelam karena tidak ada wadah untuk menampung bakat mereka. Seperti penyanyi cilik Umay Shahab yang lebih dikenal sebagai bintang sinetron, presenter dan bintang iklan, karena lagu-lagunya yang kurang populer.
Dengan melihat realitas ini, seharusnya pihak pertelevisian dan media lainnya seperti radio tidak tinggal diam. Mereka harus melihat tahun sembilan puluhan yang begitu sukses dengan acara musik anak. Acara musik anak-anak harus dihidupkan kembali, agar anak-anak dekat dengan dunianya. Karena bagaimanapun mereka adalah penerus bangsa yang harus dididik sebaik mungkin demi kemajuan bangsa. Kalau pertelevisian bisa membuat sinetron anak, kenapa menghidupkan kembali acara musik anak tidak bisa? Jangan sampai penerus bangsa kita dewasa sebelum waktunya. Biarkanlah anak-anak tumbuh sesuai dengan usianya dan menikmati dunianya.
Penulis, Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Magelang