Oleh Ada Kusumo Aji (Ilkom ’19)
Hallo teman- teman semua di mana pun kalian berada. Nah kali ini saya akan mengajak kalian semua untuk me-review sebuah film yang bisa dibilang film jadul karena film ini rilis pada tahun 1997. Film ini berjudul Life is Beautiful, dimulai dengan mengambil latar belakang kehidupan masyarakat Italia di tahun 1939 yang kala itu terjadi perang dunia kedua. Film ini disutradarai oleh Roberto Benigni yang juga berperan ganda sebagai tokoh utama sebagai Guido seorang warga italia berdarah Yahudi. Cerita dimulai saat Guido bertemu dengan Dora secara tidak sengaja saat Dora jatuh dan ditangkap Guido ditumpukan jerami dan kemudian membuat Guido jatuh cinta.
Guido sering melakukan hal konyol ketika berusaha mencari perhatian Dora. Setiap saat hidupnya selalu diwarnai dengan kesenangan, humor, dan tawa. Jelas sekali betapa indahnya kehidupannya, hingga akhirnya dia berhasil menikahi gadis pujaannya. Kebahagiaan Guido bertambah ketika dari pernikahannya ini dia dikaruniai seorang anak yang diberi nama Giosue. Begitu juga dalam kariernya, seiring berjalanya waktu ia dapat membuka sebuah toko buku sendiri. Selang beberapa tahun kehidupan mereka bertiga selalu diwarnai kesenangan. Bahkan disaat para Yahudi selalu diolok-olok, Guido tetap berusaha tersenyum menikmati hidupnya dalam keindahan.
Eropa tengah dicekam ketakutan akan Perang Dunia II saat itu, khususnya terhadap kekuatan militer Jerman yang agresif. Sampai datangnya pasukan Nazi Jerman membawa seluruh warga Italia yang berdarah Yahudi yang akhirnya berdampak pada dibawanya keluarga Guido serta pamannya menuju kamp siksaan milik pasukan Nazi Jerman. Kita tahu bagaimana kekejaman Nazi memperlakukan keturunan orang Yahudi dalam kamp-kamp itu. Pria dan wanita dipisahkan, anak-anak dan orang tua dibantai. Mereka yang sehat akan tetap dibiarkan hidup untuk bekerja keras bagi kepentingan tentara Jerman. Akibatnya Guido terpisah dengan istrinya, tapi untungnya dia masih bisa menyelamatkan Giosue, putranya.
Guido tak ingin putranya mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Di sinilah tampak gaya proaktif Guido yang mengesankan ia mampu mempengaruhi anaknya dan berusaha menutupi kenyataan yang terjadi. Ia mengarang cerita bahwa saat itu mereka sedang mengikuti sebuah permainan dan bersaing dengan semua kaum Yahudi yang ada di kamp sebagai peserta. Sementara itu, tentara Jerman berperan sebagai penjaga permainan dan mengatur permainan. Mereka semua harus mengikuti peraturan yang sangat ketat untuk memenangkan hadiah utamanya, sebuah tank sungguhan.
Bisa dibayangkan betapa beratnya beban Guido. Di tengah-tengah kerja paksa yang dijalaninya, dia harus mengasuh, menyembunyikan, dan melindungi anaknya, serta berusaha menyapu gambaran gelap tentang betapa kejam dan mengerikannya sebuah kamp konsentrasi. Dora sendiri ditempatkan dalam barak wanita yang terpisah. Di tengah kepedihan, kelelahan, dan kecemasannya dia harus tetap tampak riang, optimis, dan bersemangat di depan anaknya. Dan itulah yang selalu coba ditularkan kepada Giosue. Semua hal itu dilakukan dengan tujuan mulia agar dapat mempengaruhi anaknya agar tetap memiliki pandangan baik atas kondisi tidak baik yang tengah mereka hadapi. Tentunya di samping agar selamat, dimaksudkan pula untuk dalam kondisi apapun tetap dapat bersyukur, tetap bersemangat, tetap optimis, dan tidak menyerah dengan keadaan.
Akhir kisah film ini berakhir ketika tentara Jerman melakukan pembunuhan setelah mengetahui bahwa sekutu akan menguasai kota itu. Guido pun keluar untuk menyelamatkan istrinya dan menyembunyika Giosue ke dalam sebuah kotak kecil. Ketika Guido mencari istrinya, ia malah tertangkap oleh tentara Nazi, akhirnya Guido pun dibunuh dengan tembakan yang dilakukan tentara Nazi. Saat keadaan sudah sepi dan tentara Nazi pergi, Giosue pun keluar dari kotak untuk melihat keadaan. Tak lama kemudian datang sebuah tank berbendera Amerika. Giosue pasti mengira bahwa ini adalah tank yang dimaksud ayahnya. Seorang tentara Amerika mengangkat Giosue dan mengikut sertakannya masuk ke dalam tank hingga akhirnya ia bertemu dengan Dora, ibunya.
Akhir kata, film ini adalah film yang menyenangkan dan menyentuh untuk disaksikan. Sosok Guido adalah benar-benar contoh individu yang proaktif dan tidak pernah melihat suatu kejadian dari sisi negatif dan berusaha menghadapinya dengan senyuman dan candaan. Bahkan dia juga berusaha sekuat tenaga membuat orang di sekitarnya tidak larut dalam kesedihan dan ikut tertawa dengannya.
Oleh: Faizal Kamay (Ilkom ’19)
Hai ilkomers, kali ini aku akan mereview film yang cukup lama. Film ini dirilis tahun 2006. Tidak ada salahnya kan menonton kembali film ini. Menonton film menjadi salah satu rekomendasi aktifitas saat social distancing seperti sekarang ini. Banyak hal yang dapat memotifasi kita setelah menonton film ini.
Film “The Pursuit Of Happyness” adalah film biografi drama yang terinspirasi dari kisah nyata, dan naskah film ini ditulis berdasarkan buku karya Chris Gardener yang berjudul The Pursuit Of Happyness. Di sutradarai oleh Gabriele Muccino dan diproduseri oleh Steve Tisch, James Lassiter, Tood Black, Jason Blumenthal dan Will Smith ( dia juga tokoh utama pada film ini). Dibintangi oleh Will Smith, Jaden Smith, Thandie Newton. Yang pasti kalian akan menemukan banyak pembelajaran kehidupan pada film ini.
Film ini bercerita mengenai sebuah keluarga kecil yang sederhana. Chris Gardner ( Will Smith) Dan Linda ( Thandie Newton) merupakan sepasang suami istri yang mempunyai anak bernama Christopher ( Jaden Smith) yang tinggal disebuah kontrakan kecil sederhana. Keluarga ini menghabiskan tabungan nya untuk membeli sebuah mesin yang dianggapnya sangat revosiuner yaitu mesin pemindai kepadatan tulang. Mereka hidup dengan mengandalkan penjualan dari mesin tersebut. Tetapi waktu itu keadaan tidak seperti yang mereka impikan. Chris tidak bisa menjual alat tersebut akhir- akhir itu di sini mulai terjadi konflik keluarga yang didasarkan dari ekonomi yang kurang baik. Pada puncak konflik tersebut ia bangkrut karena masalah pajak dan linda meningalkan Chris dan anaknya Christopher . bahkan bisa disebut ia sebagai tuna wisma. Karena ia sudah tidak memiliki apapun kecuali anaknya Christopher.
Pada review kali ini mungkin aku akan fokus tentang bagaimana Chris berusaha mendapatkan pekerjaan yang ia inginkan yaitu menjadi pialang saham dan membangun reputasi dirinya sampai ia berhasil lulus interview di perusahan yang ia inginkan.
Kali ini aku bercerita menurut sudut pandang ku ya ilkomers…
Chris di sini mengajarkan kita mencari sebuah kebahagiaan walaupun bentuknya itu kecil. Terus berlari untuk mencapai kebahagiaan atas apa yang ia impikan. Menurut chris dalam keadaan yang terpuruk masih ada suatu kebahagiaan yang bisa ia kejar. Dia juga sangat harmonis terhadap anaknya. “Karena keharmonisan itu diri kita sendiri yang membuatnya”. Kata Chris.
Dalam membangun reputasi diri hal yang chris lakukan adalah tidak memberitahu masalah hidupnya yang ia alami kepada orang lain. Tetap terlihat baik-baik saja, dan berusaha mencari solusinya sendiri. Chris merupakan orang yang gigih, cerdas, dan mempunyai kemauan untuk belajar yang tinggi. Hal ini terlihat saat ia melakukan pendidikan selama 6 bulan tanpa digaji untuk mencapai impiannya menjadi pialang saham. Selama waktu itu ia harus mengatur waktu antara mengurus anaknya, menjual barang dagangan yang berguna untuk hidup selama 6 bulan dan belajar di perusahaan yang menawarkan pendidikan calon pialang saham serta mencari pelanggan untuk perusahaan tersebut. Ia juga dituntut menyelesaikan tugasnya dengan cepat supaya dapat tinggal di panti tuna wisma yang ia dapatkan secara siapa yang duluan ia bisa tinggal di tempat itu. Dalam hal ini Chris dituntut menjadi orang yang super disiplin.
Aku merasa terpukau dengan perjuangan Chris melakukan semua upaya untuk mengatasi semua hal yang ia lakukan untuk memperbaiki kualitas hidupnya itu.
Menjadi orang yang humble. Selalu bertanya merupakan pelajaran selanjutnya yang aku dapatkan. Bagaimana ia dapat mencari relasi sebanyak banyaknya. Selalu mengucapkan terimakasih atas sesuatu yang ia dapatkan walaupun itu kecil. Ia juga tak sungkan untuk meminta maaf ketika ia merasa bersalah terhadap siapapun untuk memperbaiki reputasi dirinya.
Banyak belajar dan sebisa mungkin menyelesaikan sesuatu itu dengan sempurna dan terbaik. Tidak memikirkan pandangan orang yang menilainya secara negatife tetapi berusaha bagaimanapun pandangan orang terhadap kita dapat positif. Dia merupakan orang yang optimis akan suatu hal bahwa ia akan bisa menjalaninya. Dengan menjunjung tinggi kejujuran, integritas dan kerja sama tim. Ketika dia tidak tau jawaban atas suatu pertanyaan ia akan menjawabnya tidak tau. Meskipun pada awalnya ia direndahkan dan tidak dihargai menurut ku itu adalah proses ia menuju kebahagiaan.
Setelah semua kerja kerasnya selama 6 bulan. Akhirnya ia berhasil terpilih bekerja dan memulai karirnya di Dean Witter, kemudian ia berhasil mendirikan perusahaan jasa layanan keuangannya sendiri yang ia beri nama Gardner Rich, dan menjadi multi milyader yang dermawan membangun panti tuna wisma dan mengingat ia pernah mengalami hal tersebut.
Gimana ilkomers pasti akan tertarik melihat perjuangan Chris Gardner pada filim ini. Satu pembicaraan pada film ini Chris mengatakan, “Beberapa hal cukup mengasyikkan saat pertama kali melakukaannya, tapi selanjutnya tidak lagi.” (Gardener, 2006)
Yogyakarta – Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Magelang mengirim dosen dan mahasiswa untuk mengikuti University Research Colloquium (URECOL) ke-11 tahun 2020 di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta (UNISA) pada Sabtu, 22 Februari 2020.
Acara yang merupakan kerjasama konsorsium Perguruan Tinggu Muhammadiyah-Aisyiyah (PTMA) se-Jateng dan DIY ini terdiri atas seminar dan presentasi makalah ilmiah (call-of-paper) dengan tema “Kontribusi Riset dan Pengabdian Masyarakat menuju Indonesia Berkemajuan”.
Dosen Ilmu Komunikasi, Fadillah Sandy menulis makalah dengan judul Komponen Interactive Read-Aloud dalam Konteks EFL. Sementara itu, duo mahasiswa Meylino Denis Pratama (Ilkom ’18) dan Irfan Dhiya Alaudin (Ilkom ’19) bersama dosen pembimbing, Moch. Imron Rosyidi menulis tentang Futurologi Desa di Era Digital, Sebuah Gagasan dalam Merespon Revolusi Informasi.
Seminar pada URECOL 11 ini menghadirkan Prof. Dr. Widodo Muktiyo, Dirjen Informasi Komunikasi Publik Kemenkominfo yang membahas tentang Optimalisasi Fungsi Komunikasi dalam Pendidikan berbasis Riset dan Pengetahuan. Hal ini sejalan dengan visi Prodi Ilmu Komunikasi yang hendak mengembangkan komunikasi bisnis berbasis media dan digital.
Disarikan bahwa ke depan, perguruan tinggi tidak hanya cukup memiliki banyak doktor, tetapi juga produk-produk yang research-based. Tidak cukup pula memiliki banyak produk, tetapi juga mampu menghilirisasikannya ke dunia industri. Di sinilah ilmu komunikasi berperan untuk memasarkan dan mengemas produk-produk riset tersebut menjadi menarik dan dapat diterima masyarakat.
Solo-Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Magelang mengirim dua mahasiswa, Muhammad Bintang Octaviano dan Adi Nur Vianto mengikuti pelatihan penulisan konten di media online ke Solopos Institute (Minggu, 23/2/2020).
Menariknya, disela-sela pelatihan kedua mahasiswa tersebut diajari tepuk nyamuk. Rupanya, tepuk nyamuk ini merupakan bentuk ice breaking bagi peserta pelatihan guna menghilangkan kejenuhan dan menumbuhkan keakraban antar peserta.
Pengiriman pewakilan dalam pelatihan ini menjadi salah satu usaha Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Magelang, untuk mengembangakan soft skill mahasiswa. Tentunya disesuaikan dengan bidang kajian Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Magelang yang fokus pada komunikasi bisnis berbasis media dan digital.
Rangkaian acara pelatihan meliputi pemberian materi dan praktik penulisan konten.
Materi pertama, karakteristik media online disampaikan oleh Rini Yustiningsih, selaku Pemimpin Redaksi Harian Umum Solopos. Menurut Rini, melakukan analisis tentang karakteristik media online dan khalayak merupakan tahap awal untuk menentukan pembuatan konten. “Mengenal karakteristik media online dan khalayak menjadi dasar bagi kami (Tim Solopos) untuk pembuatan konten,’ papar Rini Yustiningsih
Lebih lanjut, Danang Nur Ikhsan, Redaktur Utama yang membawahi media Solopos Online, memberikan materi tentang menulis konten di media sosial. Dalam penjelasannya, konten yang disukai oleh warganet diantaranya ialah konten yang memiliki informasi, unik, aneh, dan tak lazim. Hal ini dapat dimunculkan melalui judul dan foto yang memikat. Namun, demikian ia tetap menekankan bahwa judul konten idealnya merepresentasikan isi berita, “Meskipun judul tetap harus clickbait, namun isi harus tetap sesuai fakta,” jelas Danang Nur Ikhsan.
Terpisah, Aftina Nurul Husna, Kaprodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Magelang mengungkapkan keterampilan komunikasi digital yang harus dapat dikuasai mahasiswa ialah penulisan konten untuk media online. Baik untuk jurnalistik online maupun bisnis media digital. Oleh sebabnya, pelatihan tersebut menjadi penting karena sejalan dengan visi Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Magelang yang berpijak pada komunikasi bisnis berbasis media dan digital.
“Mahasiswa tidak cukup bisa menulis berita untuk media online, tapi juga tahu bagaimana mengelola media online yang menguntungkan.” tutur Aftina Nurul Husna.
Sementara itu, Adi Nur Vianto, peserta delegasi pelatihan, menyatakan senang mengikuti pelatihan karena bisa belajar praktik penulisan konten media online.
“Senang, menambah pengalaman baru tentang pembuatan konten berita. Waktu pelatihan ada praktiknya langsung. Menarik sekali. Jadi bisa jadi modal dalam pembuatan tugas saat kuliah atau berkerja nanti,” ungkap Adi Nur Vianto.
Magelang – Program Studi (Prodi) Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Magelang (UM Magelang) menggelar pameran fotografi dan lokakarya branding desa dalam rangka miladnya yang ke-2, pada 2 Februari 2020. Kegiatan yang berkolaborasi dengan masyarakat Desa Wanurejo, Borobudur, Kab. Magelang ini merupakan bentuk kepedulian prodi pada upaya pengembangan desa wisata di Magelang di era industri 4.0 ini.
Dalam lokakarya ini, dihadirkan pemateri yang merupakan ahli di bidang pariwisata dan promosi, antara lain Dosen Ilmu Komunikasi UM Magelang Moch. Imron Rosyidi dan Annis Azhar Suryaningtyas, serta fotografer lepas The Jakarta Post, Maksum Nur Fauzan.
Prihatin Dwihantoro selaku ketua panitia kegiatan ini menjelaskan bahwa Desa Wanurejo adalah salah satu Balai Ekonomi Desa (Balkondes) yang merupakan program Kemeterian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Balkondes bertujuan meningkatkan perekonomian masyarakat desa dengan konsep desa wisata.
“Ada 20 Balkondes di Kecamatan Borobudur. Mereka semua punya ciri dan kekhasan masing-masing. Ada yang mengemas wisata edukasi, panorama, ada juga yang menyediakan khusus bagi anak-anak atau wisata anak-anak,” katanya.
Menurut Ketua Prodi Ilmu Komunikasi UM Magelang, Aftina Nurul Husna, lokakarya ini merupakan upaya mewujudkan visi prodi. “Langkah ini menjadi awal bagi Prodi Ilmu Komunikasi untuk mewujudkan visi sebagai prodi yang peduli pada bidang komunikasi bisnis berbasis media dan digital,” ujarnya.
Lebih lanjut menurutnya, lokakarya branding desa ini dikhususkan untuk dilakukannya dialog tentang teknik fotografi dan konektivitas melalui media sosial. Hal itu penting, terlebih pada era digital saat ini, paparan media sosial menjadi sarana paling lumrah digunakan masyarakat.
“Acara ini bertujuan menambah pemahaman dan juga pengetahuan bagaimana stratefi mengemas sebuah foto yang menarik pengguna media sosial dari mana pun, terutama untuk eksistensi Balkondes yang ada di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang,” pungkasnya.
Artikel ini diedit dari artikel asli yang diterbitkan di koran Magelang Ekspres, Senin, 3 Februari 2020, h. 5 dan 7.