Magelang (3/10) – Membaca fenomena derasnya arus informasi di lini media baru, Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Magelang tergerak untuk menyebarkan virus lieterasi media di kalangan mahasiswa. Oleh karenanya, Prodi Ilmu Komunikasi UMMgl melaksanakan kuliah tamu dengan tema “Tsunami Informasi di Media Sosial”. Hadir sebagai pembicara ialah Nurudin, dosen Ilmu Komunikasi UMMalang yang juga seorang penulis yang juga pemerhati literasi media.
Nurudin menjelaskan media baru hadir dengan dampak positif dan negatif. Ia memberikan kemudahan kita untuk mengakses informasi tanpa batasan ruang dan waktu. Namun, di sisi lain juga memiliki dampak negatif. “Di tengah kemudahan mengakses informasi ada beberapa dampak seperti nomophobia, alone together, budaya komentar, budaya narsisme, miskin tatap muka, privasi terganggu, dan hoax merajalela,” jelasnya.
Oleh karenanya, Nurudin menjelaskan sebagai mahasiswa yang mempelajari keilmuan dalam bidang komunikasi, penting untuk mengetahui perihal literasi media. Ia menambahkan pengetahuan terkait dengan literasi media mengasah keterampilan kita untuk memahami, menganalisis, dan mendekonstruksi pencitraan media. Dengan demikian, mahasiswa dipandang sebagai konsumen media menjadi sadar “melek” tentang cara media dikonstruksi “dibuat” dan diakses. Dengan demikian mahasiswa dapat menjadi pelopor literasi media.
Lebih lanjut, Nurudin memaparkan mahasiswa diharap tidak hanya menerima informasi lewat media sosial saja, akan tetapi juga diimbangi dengan memperbanyak membaca literasi buku. Kemudian menelaah atau mengkaji lebih dalam tentang informasi-informasi yang didapat sebelum disebar luaskan kepada khalayak luas.
“Secara pribadi saya senang, apalagi saya bisa berbagi kepada mahasiswa tentang ilmu yang barangkali saya kuasi. Saya harap mahasiswa bisa tambah pengetahuan yang lebih luas berkaitan dengan perkemembangan teknologi komunikasi dan media sosial, juga saya harap nanti mereka akan menjadi pelopor gerakan melek media. Yang tidak kalah pentingnya saya berharap mahasiswa termotivasi untuk menulis buku,” ujar Nurudin setelah mengisi kuliah umum.
Terpisah, peserta kuliah tamu, Chusnul Azizah, mengungkapkan melalui kuliah tamu ini ia mendapat pengetahuan untuk lebih bijak menggunakan media social. “Sebelumnya kami belum mengetahui banyak cara bijak menanggapi media sosial dengan informasi-informasi di dalamnya. Alhamdulillah berkat diadakannya kuliah umum ini kami sebagai mahasiswa bisa mendapat panduan untuk bijak menggunakan media sosial, apalagi kami adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi.” (an)
Magelang, Senin (21/10/2019) – Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Magelang, bekerja sama dengan Aliansi Jurnalis Independen dan Googl News Initiative dan Internews mengadakan Halfday Basic Workshop dengan tema “Hoax Busting and Digital Hygiene”. Bertempat di aula rektorat lantai tiga, Kampus 2 Universitas Muhammadiyah Magelang. Dua pembicara yang hadir berasal ialah Syifaul Arifin, wartawan Harian Umum Solopos dan Agung Purwandono, wartawan krjogja.com.
Menurut Agung, di Indonesia masih rentan terkena permasalahan hoax. Sayangnya hal ini tidak dibarengi dengan kemampuan dan kesiapan masyarakat dalam meliterasi berita-berita di internet. “Diadakannya workshop ini karena banyaknya hoax di Indonesia dan literasi internet oleh masyarakat itu masih kurang.” paparnya.
Dwi Susanti, selaku ketua pelaksana, juga menambahkan bahwasannya berita bohong menjadi permasalahan yang masih perlu perhatian dari berbagai kalangan, salah satunya ialah dari sisi akademis. “Ini adalah respon kami sebagai institusi pendidikan kami tidak bisa berdiam diri melihat masyarakat kita masih resah dengan permasalahan hoax. Hoax ini sudah dan masih menjadi isu primadona di masyarakat. Masih banyak kekhawatiran masyarakat akan hoax bahkan dalam level pemerintahan itupun masih mengkhawatirkan tentang hoax,” jelasnya.
Permasalahan hoax ini menjadi sebuah keresahan bersama. Oleh karenanya, Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Magelang, sebagai institusi yang bergerak dalam keilmuan komunikasi digital merasa perlu berperan serta dalam menyikapi hal tersebut. Sebagai langkah awal ialah memberikan pembelajaran bagi mahasiswa melalui workshop ini. “Lalu kemudian kami berfikir bagaimana caranya kita dari institusi coba mengedukasi masyarakat melalui mahasiswa,” ujar Dwi Susanti.
Dalam pemaparannya Agung Purwandono menjelaskan untuk mengantisipasi fenomena hoax dapat berawal dari diri sendiri. Pertama ialah berupayakan meneliti terlebih dahulu kebenaran dari informasi. Kemudian, ia juga menghimbau untuk tidak tergesa-gesa dalam membagikan informasi yang belum jelas kebenarannya. “Penanggulangannya bisa dimulai dari diri sendiri, terutama ketika menerima sebuah informasi jangan langsung di share tapi harus di teliti kebenarannya, kalau meragukan jangan di share,” ungkapnya.
Lebih lanjut, workshop yang dimulai pada pukul 08.00 WIB ini menurut peserta, Adi Nur, berjalan seru. Ia mengaku mendapat informasi yang lengkap dalam meangani permaslahan hoax. “Workshop ini sangat bagus, seru, sangat membantu dalam menangani hoax yg telah menjadi kehidupan kita ini, bisa mengetahui tool-tool google yang belum diketahui sebelumnya, dan workshop ini membantu para mahasiswa/i agar lebih mengenali hoax yang sebenenarnya, dan lebih bijak dalam bermedia sosial.” (an)
Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Magelang, mengadakan English Society pada 8 Oktober 2019. English Society merupakan komunitas diskusi berbahasa Inggris. Komunitas ini mewadahi mahasiswa untuk berlatih berbicara berbahasa Inggris.
Selain itu, dengan adanya komunitas ini dapat memupuk atmosfir akademik dalam mempraktekkan komunikasi dengan bahasa inggris. Untuk rencana selanjutnya, English Society akan berlangsung secara rutin setiap hari Selasa pukul 15.30-17.00 WIB. “Ke depan English Society nantinya dapat rutin dilaksanakan sebagai komunitas yang dapat menumbuhkan atmosfir akademik,” ungkap Fadilla Sandy.
Menurut Fadillah Sandy, dosen sekaligus pengelola kegiatan, “English Society ini merupakan tempat berkumpulnya mahasiswa dalam berlatih percakapan dalam bahasa Inggris.”
Gayung bersambut, adanya English Society mahasiswa merasa terbantu dalam belajar dan praktik percakapan berbahasa inggris. “I was very nervous because my ability to speak English was very lack, but finally the conversation became cool because we help each other,” ungkap Annisa Zafira, peserta English Society.
Meskipun diinisiasi oleh Prodi Ilmu Komunikasi, namun acara ini terbuka pula untuk mahasiswa prodi lainnya. Pada acara perdana kali ini turut berpartisipasi pula mahasiswa UMMgl yang berasal dari Prodi Teknik Informatika, Pendidikan Guru Anak Usia Dini (PGPAUD), Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Bimbingan dan Konseling, dan Psikologi.
Englis Society didesain dengan diskusi santai dengan tujuan agar peserta merasa nyaman untuk dapat menyampaikan pendapat dalam bahasa Inggris. “Ketika mengikuti English Society mahasiswa merasa belajar bahasa inggris dengan fun,” papar Lintang Muliawanti, selaku dosen pendamping kedua. (yo/an)
Solo (6/10) – Mahasiswa program studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Magelang melaksanakan kuliah lapangan di acara Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) Festival 2019 yang bertempat di Benteng Vastenburg, Solo, Jawa Tengah. Dwi Susanti, selaku bidang kemahasiswaan Prodi Ilmu Komunikasi UMMgl memaparkan tujuan dari acara ini ialah agar mahasiswa lebih terbuka dan termotivasi untuk berpikir kreatif untuk menghasilkan sebuah karya. “Tujuannya agar mahasiswa melek bahwa mereka bisa menjadi orang-orang yang sukses dengan sebuah karya kreatif,” paparnya.
Pada tahun ke-3 acara ini mengakat tema “Kita Kaya Karya”. “Kita” merujuk pada program-program BEKRAF untuk memaksimalkan potensi kreatif masyarakat Indonesia serta mendukung lahirnya identitas kreativitas Indonesia yang khas. “Kaya” terinspirasi dari program-program BEKRAF yang mengembangkan potensi ekonomi dari karya-karya kreatif Indonesia, sebagai upaya untuk memajukan ekonomi kreatif agar dapat menjadi tulang punggung ekonomi nasional. Sedangkan “Karya” mengangkat program serta kegiatan BEKRAF yang mengembangkan potensi insan kreatif Indonesia dan mendukung lahirnya karya-karya terbaik bangsa.
BEKRAF Festival merupakan ajang penyampaian, penyajian, pelaporan capaian ragam kinerja Badan Ekonomi Kreatif kepada masyarakat luas. Namun demikian, banyak hal menarik yang bisa dipelajari disini oleh mahasiswa ilmu komunikasi UMMgl. Kegiatan itu di antaranya adalah Workshop, talkshow writerpreneur, OPREK “Operasi Teknik” fotografi, pameran fashion, dan masih banyak lagi. “Dalam kunjunyan ini saya mendapatkan pengetahuan tentang fotografi. Saya senang juga karena tau kuliah tidak harus didalam kelas. Tapi kita juga dapat ilmu melalui kegiatan luar kuliah,” papar Noryl, mahasiswa Ilmu Komunikasi UMMgl.
Lebih lanjut, acara ini juga digunakan sebagai laboratorium sosial prodi yang langsung dapat digunakan sebagai sarana belajar mahasiswa terkait dengan industri kreatif. “Mahasiswa dapat melihat langsung apa yang sedang terjadi di dunia kreatif saat ini. Makanya, kita ke festival Bekraf. Banyak sekali peluang-peluang, pendanaan dari pemerintah yang dapat mereka sasar sesuai dengan minat bakat mereka.”
Oleh: Moch. Imron Rosyidi*
Aksi serentak Senin 23 September 2019 menunjukkan masih adanya kepedulian generasi muda terhadap isu Nasional. Berbagai macam aksi demonstrasi mahasiswa terjadi di Jakarta, Gejayan Yogyakarta, DPRD Malang, Kalimantan Timur, Madura, Papua dan berbagai wilayah di seluruh Indonesia. Mereka bersatu turun ke jalan, menolak RUU KUHP dan beberapa isu panas lain, seperti Asap Kalimantan, dan kasus Papua. Fenomena tersebut menunjukkan, bahwa kekhawartiran akademisi Ilmu Komunikasi terkait revolusi sosial di bidang teknologi informasi berdampak pada sifat apatisme, terpatahkan.
Yuval Noah Harari dalam best seller-nya, Sapiens: Riwayat Singkat Ummat Manusia menceritakan bagaimana awal manusia berkomunikasi. Mereka awalnya merespons bahaya dari alam dengan tanda-tanda semisal awan mendung, asap, dan sebagainya. Mereka dengan abstraksi bahasanya mampu selamat mengahadapi alam, hingga sebuah evolusi mereka sampai berhasil menciptakan bahasa yang mampu membuat abstraksi masa depan. Abstraksi tersebut mampu membuat imajinasi manusia untuk mampu menciptakan segala macam teknologi sampai pada saat ini, sehingga mereka berada di puncak rantai makanan, mahluk paling unggul.
Melihat hal tersebut paling tidak kita sepakat, bahasa merupakan simbol persatuan ummat manusia jika mampu dipersepsi bersama. Dari masa pra sejarah, masa kenabian, dan awal masehi banyak peristiwa dunia yang terjadi, karena manusia mengalami persepsi sama akan sebuah objek. Salah satu yang terbesar adalah revolusi industri semenjak penemuan mesin Uap oleh James Watt pada 1976 di Inggris. Revolusi tersebut dipersepsi seluruh dunia bahwa industrialisasi mempermudah kehidupan manusia. Sampai pada 2015 seluruh dunia sepakat bahwa pembangunan harus memperhatikan kebrlanjutan alam, industrialisasi tidak boleh merusak alam. Wacana tersebut disahkan oleh High-Level Panel of Emninent Persons (HLPEP) PBB pada 2015, sejak saat itu muncullah konsep SDG’s. Kini mayoritas industri mengarah ke pengembangan teknologi ramah lingkungan, dan berorientasi keberlanjutan atau energi terbarukan.
Saat ini para akademisi Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial tentu tidak asing dengan sosok Jurgen Habermas, terutama konsep besarnya soal Discourse. Bagi Habermas wacana masyarakat modern harus sampai pada titik Demokrasi Deliberatif. Asumsi tersebut berpendapat bahwa pengambilan keputusan, bukan hanya pada pendapat umum atau perseorangan, tapi pada pada proses yang terbuka dan argumentatif, Singkatnya; Rasionalitas Komunikasi. Konsepnya berilham pada Revolusi Perancis yang oleh kaum Proletar tahun 1989-1899. Wacana revolusi dimulai dari diskusi kecil kaum proletar di ruang-ruang seperti warung kopi dan bar akan penindasan kaum Borjuis terhadap mereka. Diskusi-diskusi itu terus berjalan hingga pada puncaknya mengakibatkan munculnya sayap kiri melawan sayap kanan, yang memulai Revolusi Perancis.
Konsep tersebut pernah teraplikasi dan berhasil di indonesia, Pada Mei Tahun 1998. Reformasi sesungguhnya juga dimulai dari persepsi bersama terkait wacana Bobroknya Orba, dan Turunnya Soeharto. Media Massa dicekal oleh Departemen Penerangan dan disensor sedemikian rupa, sehingga bobroknya negara tidak ada yang tahu. Sampai pada beberapa media anti mainstream seperti media pers mahasiswa, media online Detik.com dll, Milis-milis, memberitakan berbagai kesalahan pemerintah, termasuk kematian 4 Mahasiswa Universitas Trisakti. Berbagai informasi tersebut menggerakkan berbagai mahasiswa di seluruh tanah air dengan satu wacana; Reformasi. Reformasi akhirnya melahirkan tiga lembaga yang sangat radikal akan dan menjadi harapan rakyat, KPU untuk demokrasi, KPI pada sisi informasi publik, dan KPK di sisi pemberantasan korupsi.
Kini pemuda dan mahasiswa lahir dan hidup di Era digital native, dimana semenjak lahir mereka sudah tidak asing dengan perangkat antar muka, atau yang biasa di sebut dengan komputer. Di era ini mendekatnya jarak psikologis menyempitkan jarak geografis, sehingga disadari atau tidak kita hidup di dalam entitas maya dan semua berlangsung sangat cepat. Manusia sudah tidak perlu lagi mengantri untuk bayar biaya kuliah, atau mengantri di taspen untuk menerima uang pensiun. Begitu pula kita tidak perlu membuat paspor dan mengeluarkan biaya jutaan untuk sekedar berbicara dan say hello kepada kekasih di negeri nun jauh disana. Akan tetapi, munculnya teknologi digital sebagai aplikasi perkembangan teknologi komunikasi, dikhawatirkan banyak pakar akan mengurangi sifat kepedulian, dan munculnya narsisisme berlebih seperti yang ditakutkan McLuhan (1964) beberapa dekade lalu.
Dari #GejayanMemanggil, sepertinya muncul sebuah harapan baru. Bahwa teknologi tidak sepenuhnya merubah habbit manusia sejak zaman awal dalam buku Sapiens. Habbit manusia yang akan merespons ketika diri mereka menghadapi bahaya masih ada. RUUKUHP, RUUPKS, RUUKPK dan sebagainya menggerakkan generasi milenial untuk satu persepsi dalam sebuah wacana; Bahaya!!! Negara tidak sedang baik-baik saja. Melalui #GejayanMemanggil yang diciptakan di ruang-ruang publik baru; Social Media, Mahasiswa seolah tergerak untuk datang dari berbagai penjuru Yogyakarta, bahkan dari luar DIY. Salah satunya tercatat lebih dari 700 mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Magelang, absen kuliah untuk turun ke Gejayan pada 23 September.
Bagi generasi digital native berbagai masalah negara belakangan ini perlu untuk diberikan kritik. Maka disini, mereka telah berani mempraktikkan konsep Habermas soal Demokrasi Deliberatif, mereka membuktikan untuk berani bertindak untuk menjadi masyarakat rasional, tidak lagi irasional akibat dunia maya. Karena sesungguhnya Rasionalitas mereka sangat berfungsi untuk mengontrol kebijakan-kebijakan publik. Maka sebagai akademisi ilmu komunikasi ketika muncul story WhatsApp atau Instagram dari mahasiswa; “Bapak-Ibu Dosen kami senin besok 23 September 2019 Izin kuliah di Gejayan”, saya dengan penuh rasa bangga dan sepenuhnya merestui jalan mereka, karena tiada alasan lagi untuk melarang mahasiswa mencapai rasionalitasnya.
Artkel ini menjadi bahasan di Diskusi Senja Rutinan Prodi Ilmu Komunikasi, 24 September 2019
*)Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Magelang