Literasi Digital Menghadapi Hoaks di Masa Pandemi Covid-19 Talk MCCC

Literasi Digital Menghadapi Hoaks di Masa Pandemi Covid-19 Talk MCCC

Selama pendemik, data menyatakan terdapat peningkatan pada kasus penyebaran informasi hoax. Penyebaran informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya berdampak buruk bagi masyarakat. Misalnya saja timbulnya kebingungan. Paling memprihatinkan, dapat menimbulkan ketiakpatuhan terhadap protokol covid-19.

Muhammadiyah menangkap hal tersebut sebagai sebuah permasalahan sosial yang perlu dicari alternatif solusinya. Salah satunya melalui edukasi.

Sebagai wujud peran serta dan ikhtiar untuk memutus rantai penyebaran virus Covid-19, Muhammadiyah melalui Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) mengadakan webinar yang bertajuk “Literasi Digital Menghadapi Hoaks di Masa Pandemi”. Hadir lima pembicara, Jupendri (Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Riau), Firli Annisa (Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta), Septiaji Eko Nugroho (Pendiri Masyarakat Anti Fitnah Indonesia), Ida Ri’aeni (Dosen Ilmu Komunikasi Muhammadiyah Cirebon), dan Dwi Susanti (Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Magelang) (6/8/2020).

Dalam materi yang disampaikan, Jupendri menawarkan dua pendekatan untuk mencegah hoax. Pertama pendekatan culture. Kedua, melalui pendekatan agama.

“Jadi sebenernya kalau kita mau rumuskan, ada dua pendekatan yang bisa kita gunakan dalam rangka mencegah hoax ini. Yang pertama melalui pendekatan culture yang harus kita kampanyekan. Karena itu (culture) sudah dimiliki oleh kita semua. Lalu kita munculkan kembali. Lalu yang kedua, pendekatan agaman. Menekankan bahwa pesan yang kita terima tidak serta merta harus kita share kembali. Dalam rangka menunjukan bahwa kita adalah orang yang pertama mengetahui informasi tersebut. Yang utama kita harus konsisten untuk menolak menjadi produsen, konsumen, dan distributor hoax,” jelas Jupendri.

Selanjutnya, pembicara kedua, Firli Annisa menyampaikan budaya youtube sekarang tidak lagi menjadi media alternatif. Ia juga menyampaikan di masa pandemik ini, youtube menjadi sumber hoax. Pada materinya Firli menekankan langkah-langkah literasi digital.

“Youtube pada sebelum 2010 culturenya sebenernya adalah media alternatif. Tapi setelah covid ini, youtube jadi sumber hoax yang luar biasa,” papar Firli.

Pada materinya Firli menekankan langkah-langkah literasi digital. Pertama, mencari informasi sesuai yang diinginkan. Kedua, menyaring informasi dengan membaca dan mendengar secara mendalam. Ketiga, mengevaluasi. Keempat, mencari informasi data/sumber pembanding. Kelima, tidak meneruskan informasi yang salah. Terakhir, mensirkulasikan informasi bila sudah jelas kebenarannya.

Pemateri ketiga, Septiaji Eko Nugroho (MAFINDO) memaparkan beberapa kasus hoax yang pernah terjadi. Di masa pandemik, menurut Septiaji, hoax membuat tingkat kepatuhan terhadap protokol Covid-19 di masyarakat menurun. Hal ini akan memperburuk penanganan wabah. Karena, dapat menciptakan rasa aman yang semu.

“Penyebaran hoax berperan dalam tingkat kepatuhan masyarakat turun. Dia bisa menyebabkan rasa aman yang palsu. Hoax covid19 ini memperburuk penanganan wabah,” ujar Septiaji.

Sementara, pada meterinya Dwi Susanti menyoroti tentang pentingnya membangun kredibilitas sosial media influencer. Sosial media influencer memiliki enggagement kuat bagi para pengikutnya. Hal itu harus diiringi dengan tumbuhnya tanggung jawab oleh para sosial influencer tersebut. Oleh karenannya, Dwi Susanti menekankan pentingnya literasi bagi pada sosial influencer sebelum memproduksi konten. Dimulai dari melakukan riset, menggali data dari sumber yang kredibel. Kedua, membangun tim yang solid dan manajeman yang baik. Serta adanya monitoring dan evaluasi.

“Setelah adanya ketiha hal tersebut (Self Presentation, Followers dan Enggagement, dan Badge Verification) yang perlu dimiliki oleh sosial media influencer adalah adanya responsibility. Menjadi berbahaya jika yang dicari hanya ketenaran,” ungkap Dwi Susanti.

Sementara menurut Ida Ri’aeni masyarakat rentan untuk lebih mudah percaya dengan informasi hoax. Informasi hoax yang mereka dapat dari media digital akan membesar melalui obrolan-obrolan informal di dunia nyata. Ida menambahakan, memahamkan masyarakat untuk dapat memilih sumber informasi yang jelas menjadi pekerjaan rumah kita bersama.

“Menjadi PR kita bersama membuat masyarakat untuk tidak mudah percaya pada obrolan-obrolan yang sifatnya rumor,” papar Ida.

Membangun Start-Up Media Ala Anak Muda

Membangun Start-Up Media Ala Anak Muda

Magelang-Diskusi Asyik Komunikasi (DISIK) kembali digelar oleh Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Magelang (Unimma). DISIK Seri #8 kali ini bertema “Membangun Start-Up Media Ala Anak Muda” bersama Gerry Prayudi, CEO Bengawan News, partner resmi Kumparan. Acara dipandu oleh, Prihatin Dwihantoro, dosen Prodi Ilmu Komunikasi Unimma (24/7/2020).

Kesempatan kali ini, Gerry Prayudi berbagi pengalamannya tentang bisnis pengelolaan media sosial. Gerry Prayudi bercerita usahanya berawal dari ide untuk membuat akun Instagram yang mengulik tentang potensi pariwisata kota tercintanya, Solo.

Gerry Prayudi memberi nama akun tersebut @surakartakita. Fokus kontennya seputar informasi wisata budaya dan kuliner di Solo. Saat ini akun @surakartakita telah memiliki 82 ribu pengikut.

Sukses dengan @surakartakita tak membuatnya merasa puas. Lalu, Gerry Prayudi mengembangkan bisnisnya pada portal online Bengawan News dibawah, Bengawan Grup. Bengawan News, berkonsentrasi pada produksi konten jurnalistik.

Gerry Prayudi menuturkan, tantang mengelola media online ialah harus dapat memastikan kebenaran kabar yang akan disebarluaskan. Ia bercerita, pernah sekali, Bengawan News kecolongan menyiarkan kabar yang data lokasinya belum lengkap. Pengalaman ini, ia kenang sebagai bahan evaluasi. Oleh karenannya, ia selalu menekankan bahwa verifikasi data menjadi hal penting untuk menjaga kredibilitas media online yang dikelolanya.

“Banyak netizen yang mengirim berita melalui DM. Dari semua berita yang dikirimkan ada yang salah info. Untuk keamanan dan kebenaran informasi, misal lokasinya tidak benar itu bisa di cek di Google Image, Google Maps, atau crosscheck di forum grup buat di konfirmasi bersama,” ungkap Gerry Prayudi.

Lebih lanjut, Gerry Prayudi memaparkan apa yang ia dapatkan saat ini tidak terjadi secara instan. Semasa kuliah Gerry Prayudi menyibukan dirinya dengan kepengurusan organisasi. Pengalaman itulah yang menjadi modal Gerry Prayudi merintis usahanya.

“Dari organisasi itu belajar buat bekal. Setelah lulus itu biar bermanfaat. Bisnis juga jadi”, ungkap Gerry Prayudi.

Saat closing statementnya, Gerry Prayudi berpesan kepada mahasiswa untuk berani bermimpi. Bercita-cita yang tinggi  agar bisa membuka lapangan kerja baru.

“Yang pertama, jangan pernah takut bermimpi. Bermimpilah yang tinggi. Kedua, selalu ada jalan. Pantang menyerah, tetap gerak, cari pengalaman sebanyak-banyaknya selagi muda. Terus ketiga, belajar buat lapangan kerja sendiri. Jangan terus-terusan mengandalkan ikut sama orang lain,” papar Gerry Prayudi.

Sementara itu, Chusnul Indahsari, salah satu viewers live IG Prodi Ilkom Unimma, menyatakan DISIK #8 memberinya informasi bisnis pengelolaan akun media sosial.

“DISIK #8 kali ini sangat bermanfaat. Menambah wawasan pengetahuan bagi saya. Ternyata ada bisnis yang suka bikin akun. Terus nanti kalau followersnya udah banyak bisa dijual,” ungkap Chusnul heran.

Kisah Sukses Pembanguanan Desa, Diskusi Agropreneurship Bersama Rayndra

Kisah Sukses Pembanguanan Desa, Diskusi Agropreneurship Bersama Rayndra

Kabupaten Magelang memiliki potensi dalam bidang pertanian dan peternakan. Namun, belum banyak orang yang peduli dan tertarik melakoni profesi ini.

Oleh sebab itulah, Prodi Ilmu Komunikasi (Unimma) menangkap hal tersebut sebagai bentuk fenomena sosial. Guna meneguhkan peran sebagai stakeholder dalam persoalan tersebut maka Prodi Ilmu Komunikasi Unimma mengawalinya dengan menyelenggarakan diskusi virtual dengan tema Agropreneurship: Cerita Pemuda Desa Membangun Desa. Topik pembahasannya ialah seputar agrobisnis dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang pertanian dan peternakan. Lalu, ditinjau dengan konsep komunikasi pembangunan, Selasa (28/7/2020).

Menyikapi hal tersebut dalam materinya, Rayndra Syahdan Mahmudin, narasumber pertama pada zoominar yang dilaksanakan oleh Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Magelang (Unimma), mengungkapkan terdapat stikma bahwa bertani dan beternak identik dengan “miskin” dan “kotor”. Selain itu, belum terciptanya pola pikir “berani mandiri” dari para petani dan peternak di desa.

Mind set petani itu miskin dan kumuh serta terbiasa untuk “meminta”. Ini menjadi masalah,” ungkap Rayndra Syahdan Mahmudin memaparkan materinya terkait agrobisnis yang dilakoninya.

Rayndra Syahdan Mahmudin, merupakan sosok aktivis pemberdayaan masyarakat petani dan peternak. Saat ini ia memegang tiga tanggung jawab sekaligus. Pertama sebagai Ketua Forum Komunikasi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Kedua, sebagai Ketua Badan Ekonomi Kreatif Kabupaten Magelang. Terakhir, sebagai Ketua Program Kesejateraan Keluarga (PKK) Milenia Kabupaten Magelang.

Lebih lanjut, Raydra Syahdan Mahmudin menegaskan bahwa dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak untuk mengedukasi petani dan peternak dalam prosesnya menuju kemandirian. Salah satunya ialah perguruan tinggi.

“Ini (mind set petani itu miskin dan kumuh serta terbiasa untuk “meminta”) yang harus kita ubah, sama-sama. Dengan Ibu Tanti Zainal Arifin (Istri Bupati Magelang), Program Kesejahteraan Keluarga (PKK), Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), dan universitas tentunya,” jelas Rayndra Syahdan Mahmudin.

Rayndra juga menyampaikan diskusi semacam ini menjadi penting dilakukan sebelum merencanakan sebuah program pemberdayaan masyarakat petani dan peternak. Alasannya, agar tercipta sebuah sinergi antar pihak-pihak penyelengaran program pemberdayaan masyarakat tersebut. Ia juga menambahkan bahwa dibutuhkan peran ilmu komunikasi untuk menyampaikan pesan tentang program pemberdayaan masyarakat tersebut.

“Teman-teman komunikasi sangat penting kiprahnya. Ini membantu kita dalam penyampaikan program-program kami kepada masyarakat agar tercipta sinergi. Ketika melakukan pemberdayaan kalau bersinergi kan jadi lebih bagus,” tegas Raydra Syahdan Mahmudin saat menyampaikan materi.

Pada kesempatan tersebut, Rayndra Syahdan Mahmudin bercerita, dalam menjalankan bisnisnya ia tak hanya berorientasi pada keuntungan saja. Namun, ia juga ingin bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya. Hal inilah yang mendorong Rayndra fokus untuk memberdayakan ekomoni kaum marjinal, para buruh tani.

“Ibu-ibu kita latih untuk beternak domba, dengan sistem yang saya temukan ini. Ibu-ibu tidak meninggalkan kewajibannya tapi juga dapat membantu meningkatkan pendapatan keluarganya. Saya wajibkan yang dibeli (limbah pohon jagung) itu yang (berasal dari) buruh. Kalau yang petani kan punya uang banyak, dia bisa survive secara ekonomi. Tapi kalau buruh tani ini nggak. Perlu kita bantu, karena dia kan penghasilannya bisa 25 ribu perhari bahkan kurang. Ini kan bisa menjadi pemberdayaan saya, kaum marjinal atau kaum yang inklusif itu yang pingin kita bangun dan kita libatkan anak-anak muda agar terjadi pembangunan yang partisipatif,” tegas Raydra Syahdan Mahmudin.

Sementara, Moch. Imron Rosyidi, dosen Prodi Ilmu Komunikasi Unimma, sebagai pemateri kedua memaparkan praktik yang implementasinyan oleh Rayndra Syahdan Mahmudin sudut pandang komunikasi pembangunan. Ia menjelaskan apa yang telah dilakukan oleh Raydra Syahdan Mahmudin selama ini telah sesuai dengan landasan dari pembangunan masyarakat.

“Jadi sebenarnya, secara tidak langsung semua konsep dari landasan pembangunan telah diterapkan oleh Mas Raydra. Kalau secara akademis ini benar-benar sudah sesuai dengan landasan dari pembangunan masyarakat,” papar Moch Imron Rosyidi.

Sementara itu, 40 peserta hadir dalam zoominar kali ini. Mereka berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, antara lain Kalimantan, Sulawesi, Jakarta, dan Bandnung.

Ria Widyaningrum, salah seorang peserta zoominar berasal dari Kalimantan Utara, menyatakan bahwa diskusi berjalan baik. Meskipun beberapa kali terdapat kendala sinyal. Namun demikian, menurut Ria Widyaningrum materi yang disampaikan narasumber sangat menarik. Ria Widyaningrum menambahkan setelah mengikuti diskusi yang berjalan selama kurang lebih empat jam ini, ia mendapat wawasan terkait dengan kegiatan kemitraan dan teknik komunikasinya.

“Pelaksanaan secara umum baik. Cuma berulang ulang para narasumber kehilangan sinyal yah. Untuk materi sangat menarik. Saya lebih banyak menangkap materi pertama mengenai kegiatan kemitraan dan bagaimana teknik komunikasinya,” ungkap Ria Widyaningrum. (Annis)