Oleh: Sihabuddin

Idul Adha merupakan salah satu hari besar dalam agama Islam yang dilaksanakan setiap tanggal 10 dzul hijjah dan tahun ini pemerintah Indonesia menetapkan 10 dzul hijjah bertepatan dengan  tanggal 11 agustus. Perayaan Idul Adha sendiri untuk memperingati peristiwa kurban yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim yang bersedia mengkurbankan putranya Nabi Ismail atas perintah Allah, namun Allah segera menggantinya dengan seekor domba sebelum pisau menyentuh leher Nabi Ismail. Perintah Allah tersebut melalui sebuah mimpi yang bermaksud untuk menguji ketaqwaan Nabi Ibrahim sebagai seorang Nabi. Menyembelih putra yang sangat didamba-dambakan apalagi putra tersebut memiliki akhlak yang baik, cerdas, patuh pada orang tua dan sifat-sifat terpuji lainnya tentunya merupakan ujian yang sangat berat. Namun, kecintaan Nabi Ibrahim terhadap Allah Swt adalah segala-segalanya sehingga apapun yang diperintahkan Allah akan dilaksanakan dengan sepenuh hati.

Meski peristiwa tersebut adalah perintah Allah yang pasti akan dilaksanakan, Nabi Ibrahim tidak otoriter apalagi sampai memaksa terhadap putranya. Nabi Ibrahim mengkomunikasikan mimpi tersebut terhadap putra yang akan dikurbankan dan meminta pendapatnya. Sebagai seorang putra yang wajib patuh terhadap orang tua dan didasari atas kecintaannya terhadap Allah beliau langsung meng-iya-kan tanpa ragu apalagi sampai membantah. Komunikasi yang terjadi antara dua orang Nabi yang merupakan ayah dan anak ini merupakan etika komunikasi yang patut diteladani oleh semua orang. Komunikasi tersebut tertulis dalam surat Aa-saffat ayat 102, yang artinya “Hai anakkku sesungguhnay aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu “Maka fikirkanlah apa pendapatmu? Ismail menjawab: Wahai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”

Al-Qur`an sebagai pedoman hidup umat Islam telah mengajarkan bagaimana cara berkomunikasi yang baik antara orang tua dengan anaknya seperti yang telah dijelaskan pada ayat di atas. Namun, apa yang terjadi saat ini banyak orang yang tidak bisa berkomunikasi dengan baik antara orang tua dengan anak. Banyak sekali orang tua terlalu otoriter terhadap anaknya tanpa minta pendapat anaknya dengan alasan yang diinginkan orang tuanya adalah yang terbaik bagi anaknya, jadi mau tidak mau anaknya harus mau. Kebetulan anaknya tidak paham dengan keinginan orang tuanya sehingga anaknya tidak menuruti kemauan orang tuanya disebabkan etika komunikasi yang salah dari orang tuanya. Terkadang, seorang anak yang sudah paham keinginan orang tuanya bisa jadi menolak mentah-mentah karena kesalahan komunikasi.

Lebih parah lagi saat ini banyak anak yang sering menyakiti perasaan orang tuanya yang telah membesarkannya dikarenakan tidak memiliki etika komunikasi. Padahal orang tuanya sudah berbicara dengan benar dan meminta pendapatnya namun karena tidak sesuai dengan kehendaknya langsung ditolak mentah-mentah. Apalagi kalau anak tersebut paham kalau keinginan orang tuanya demi kebaikan anaknya namun karena nafsu, etika komunikasi tidak digunakan. Seharusnya seorang anak harus menuruti perintah orang tua selama perintah tersebut positif. Seperti yang dilakukan oleh Nabi Ismail yang langsung meng-iya-kan ucapan Nabi Ibrahim karena sudah paham perintah tersebut positif atau yang terbaik bagi dirinya. Yang perlu digaris bawahi dari peristiwa komunikasi antara Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail adalah adanya saling pengertian di antara keduanya sehingga komunikasi menjadi efektif. Saling pengertian dalam peristiwa komunikasi tersebut perlu untuk diteladani oleh umat manusia.

Etika Komunikasi Organisasi

Etika komunikasi yang terjadi antara Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail tidak hanya bisa dijadikan cerminan untuk komunikasi antara orang tua dan anak yang lingkupnya komunikasi antarpribadi. Tapi, etika komunikasi ini sangat cocok untuk diteladani dalam lingkup komunikasi organisasi. Organisasi yang terdiri dari banyak individu tentunya memerlukan komunikasi efektif sebagai penghubung antara individu dengan individu lainnya untuk keberlangsungan sebuah organisasi. Sebuah organisasi yang terdiri dari struktur untuk membedakan antara atasan dengan bawahan dengan peran masing-masing perlunya etika komunikasi agar komunikasi antara atasan dengan bawahan maupun sebaliknya berlangsung nyaman dan lancar sehingga mempengaruhi kinerja organisasi yang baik.

Etika komunikasi seorang atasan dalam sebuah struktur organisasi perlu meneladani etika komunikasi Nabi Ibrahim yang tidak seenaknya memerintah dan menggunakan kata-kata yang lebih pas terhadap bawahannya. Bahkan Nabi Ibrahim juga meminta pendapat terhadap bawahannya. Padahal jika mau Nabi Ibrahim bisa saja otoriter terhadap Nabi Ismail namun Nabi Ibrahim tahu bagaimana cara menghargai seorang putranya. Etika Nabi Ismail yang merupakan seorang putra juga perlu diteladani oleh para peserta organisasi yang berperan sebagai bawahan. Sebagai bawahan harus mengikuti perintah atasan selama perintah tersebut tidak menyalahi aturan sosial masyarakat. Selain itu, bawahan juga harus memahami pesan komunikasi yang diperintahkan agar bisa mengambil keputusan yang tepat dan tegas terhadap suatu perintah sehingga keputusan yang diambil bersama tidak merugikan banyak pihak. Seperti yang dicontohkan Nabi Ismail yang sangat memahami pesan komunikasi ayahnya sehingga tepat dan cepat serta tidak ada keraguan dalam mengambil keputusan karena sudah tahu perintah ayahnya adalah perintah terbaik untuk dirinya dan keluarganya sehingga keputusan yang diambil menjadi salah satu ritual hari besar dalam agama Islam sebagai ladang mendapatkan pahala.

Penulis, Dosen Prodi Ilmu Komunikasi  Universitas Muhammadiyah Magelang

Tulisan ini telah dimuat di Harian Duta Masyarakat (Koran berpusat di Surabaya Jawa Timur)